Minggu, 21 September 2008

PERANAN MEDIA IKLAN DALAM MEMBENTUK CITRA WANITA

Dewasa ini perkembangan media di Indonesia cukup pesat. Berbagai macam produk media diantaranya iklan, ditampilkan dengan kemasan yang sekreatif mungkin yang senantiasa dapat menarik dan merebut perhatian masyarakat terutama kaum wanita. Iklan merupakan cara yang efektif bagi media untuk mempengaruhi khalayak terutama wanita. Iklan yang paling banyak mempengaruhi kaum wanita adalah produk-produk kecantikan, mulai dari alat-alat kosmetik hingga produk yang menurut media dapat menjadikan tubuh wanita langsing dan seksi.

Perempuan merupakan makhluk Tuhan yang diciptakan dengan beragam keindahan yang dianugerahkan pada dirinya. Sebagian dari perempuan sadar akan hal ini. Secara kodrati, setiap perempuan selalu ingin tampil cantik, seksi dan menjadi pusat perhatian. Keinginan ini dibaca oleh media dan dalam hal ini media memanfaatkannya untuk membangun sebuah persepsi tentang pengertian cantik dan seksi bagi seorang perempuan. Iklan dianggap sangat tepat untuk mengubah konstruksi cantik dan seksi bagi perempuan. Iklan lebih banyak membidik sasarannya pada kaum perempuan karena perempuan dianggap sebagai makhluk yang senang dengan hal – hal yang berhubungan dengan masalah kecantikan.

Dengan maraknya perkembangan media di dalam masyarakat, maka dengan sendirinya peranan wanita di dalam masyarakat menjadi berubah. Wanita yang pada umum sebelumnya hanya berkerja sebagai ibu rumah tangga yang sehari-harinya bekerja di rumah untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, kini dengan maraknya pengaruh media yang menggambarkan seorang wanita yang “sempurna” sehingga membuat kaum wanita merasa mempunyai kesempatan untuk mengubah diri menjadi sosok wanita idaman seperti yang ditayangkan oleh media. Dengan begitu, maka peranan wanita yang selama ini melekat dalam diri kaum wanita, lama kelamaan terkikis oleh wanita idaman ciptaan media tadi.

Keindahan perempuan dan kekaguman laki-laki terhadap permpuan adalah cerita klasik dalam sejarah umat manusia. Dua hal itu pulalah yang menjadi dominan dalam inspirasi banyak pekeja seni dari masa ke masa. Namun ketika perempuan menjadi simbol dalam seni-seni komersial, maka kekaguman-kekaguman terhadap kaum hawa tersebut menjadi sangat diskriminatif, tendensius, dan bahkan menjadi subordinasi dari simbol-simbol kekuatan laki-laki. Bahkan terkadang mengesankan perempuan menjadi simbol-simbol kelas sosial dan kehadirannya dalam kelas tersebut hanya karna kerelaan yang dibutuhkan laki-laki.

Eksploitasi perempuan dalam pencitraan media massa tidak saja karena kerelaan perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri. Sayangnya kehadiran perempuan dalam kelas sosial itu masih menjadi bagian dari refleksi realitas sosial masyarakatnya bahwa perempuan selalu menjadi subordinat kebudayaan laki-laki. Karenanya, tetap saja perempuan di media massa adalah “perempuannya lelaki” dalam realitas sosialnya. Namun dalam konteks perempuan, terkadang perempuan tampil dalam bentuk yang lebih keras dan keluar dari stereotip perempuan sebagai sosok lembut dan tak berdaya. Perempuan juga sering tampil sebagai perayu, penindas, dan bahkan sebagai pecundang. Sosok perempuan ini banyak ditemukan dalam iklan media, sekaligus merupakan rekonstruksi terhadap realitas dunia perempuan itu sendiri. Dalam kehidupan sosial, pada hubungan perempuan dan laki-laki, posisi perempuan selalu ditempatkan pada posisi, “orang belakang”, “subordinasi”, perempuan selalu yang kalah, namun sebagai “pemuas” pria dan pelengkap dunia laki-laki. Hal-hal inilah yang direkonstruksi dalam media massa melalui iklan-iklan komersial, bahwa media massa hanya merekonstruksi apa yang ada disekitarnya, sehingga media massa juga disebut sebagai refleksi dunia nyata dan alam sekitarnya.

Media menggambarkan perempuan “seutuhnya” dalam iklan, yakni perempuan yang cantik dan seksi. Selama ini, iklan telah berhasil menciptakan pengertian cantik dan seksi menurut konteksnya dan mengaburkan pengertian cantik dan seksi yang ada dalam dunia “nyata”. Dengan ideologinya masing – masing iklan berlomba-lomba mempengaruhi masyarakat. Beragam pengertian cantik dan seksi bagi seorang perempuan yang telah diciptakan oleh iklan. Ada beberapa iklan yang menamankan ideologi cantik dan seksi itu adalah kulit putih dan mulus. Tapi saat ini, cantik dan seksi tidak semata – mata berartikulasi dengan kulit putih. Sementara itu ada iklan yang mempresentasikan perempuan cantik dan seksi itu harus memiliki tubuh ramping dan memiliki rambut yang hitam lurus. Iklan telah mampu merecoki pikiran masyarakat tertutama perempuan. Banyak dari kaum wanita yang telah terpengaruhi dan ingin menjadi seperti apa yang disajikan oleh media melalui iklan.

Iklan berusaha mengaburkan konteks cantik bagi perempuan di Indonesia. Pengertian cantik dan seksi yang disuguhkan dalam iklan merupakan pengaruh dari negara-negra barat. Cantik dan seksi yang ada dalam benak mayarakat sekarang adalah budaya cantik yang diciptakan oleh pihak – pihak yang memiliki ideology dari kelas yang berkuasa dalam masyarakat.

Pihak – pihak yang berkuasa ini berusaha untuk memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari suatu budaya yang dijadikan trend dalam suatu masyarakat. Jika diperhatikan lebih jauh, banyak iklan produk –produk kecantikan yang merubah positioning-nya. Misalnya Dove yang dulu berkonsentrasi dengan sabun kecantikannya , sekarang telah beralih pada shampoo untuk membuat rambut lebih halus dan rapi. Iklan Pond’s yang dulu hanya merupakan produk pemutih sekarang telah menguasai pasar lebih luas lagi dengan produk anti jerawatnya. Hal ini dilakukan karena banyaknya persaingan dan melihat besarnya peluang. Karena untuk saat ini dalam pikiran perempuan hal yang menjadi prioritas utamanya adalah ingin tampil cantik dan seksi dengan menggunakan berbagi macam produk-produk kecantikan yang disebabkan oleh beragamnya pengertian cantik dan seksi yang telah berhasil dibangun oleh media melalui iklan. Pengalaman kita yang terbagi oleh banyaknya sumber dari iklan ini, membuat kita percaya akan arti cantik dan seksi yang diberikan oleh iklan dan hal ini terlihat nyata.

Banyak pemerhati masalah tubuh ini sepakat bahwa citra ideal perempuan adalah bertubuh seksi dan enak dipandang mata dengan munculnya industri media dan periklanan. Media massa, banyak memunculkan figur-figur langsing dan seksi seperti Nadia Hutagalung di Indonesia, dan mungkin diluar negeri sepeti Demi Moore. Entah proses apa yang mengawali terpilihnya figur-figur langsing dan seksi ini untuk tampil ke muka. Seorang artis bernama Twiggy tahun 60an yang bertolak belakang dengan citra perempuan yang subur. Ia tidak punya buah dada, ceking, dan memotong pendek rambutnya seperti laki-laki . Ia terlalu kurus untuk ukuran perempuan normal dengan berat hanya 41 kg, seukuran dengan gadis usia belasan tahun. Twiggy mampu mengubah citra bentuk tubuh perempuan. Dan perempuan di berbagai belahan dunia yang terhubung dengan industri media telah menjadikannya idealisasi akan suatu bentuk tubuh perempuan.

Pencitraan ini bukannya tanpa akibat. Justru akibat yang ditimbulkannya menyelinap dahsyat ke benak banyak perempuan. Diet kini telah menjadi agama baru bagi perempuan yang ingin tampil ideal, dan seksi. Sejak itu pula industri produk diet berlomba-lomba menawarkan produknya dengan target pasar yang cukup besar yakni wanita gemuk. Industri produk diet berkembang pesat dan nyaris tidak menghasilkan tubuh-tubuh yang lebih langsing. Industri ini lebih berhasil untuk mempergemuk dompet para pemegang sahamnya dibanding keberhasilannya membuat tubuh perempuan menjadi langsing.

Bagian tubuh perempuan yang menjadi sasaran industri berikutnya adalah kulit dan rambut. Jika kita melihat dan mengamati iklan-iklan yang muncul menyelingi sinetron-sinetron di televisi, sebagian besar diantaranya berupa iklan produk perawatan rambut dan kulit. Berbagai macam shampoo ditawarkan, dari yang mampu menghitamkan rambut sampai yang mampu mengusir ketombe asalkan dipakai setiap hari. Citra-citra yang dimunculkan adalah berbagai perempuan dengan model rambut lurus dan hitam pekat, yang kalau perlu tingkat kehitamannya dibantu dengan sentuhan efek visual. Seakan-akan bentuk rambut yang ideal bagi perempuan hanyalah yang hitam dan lurus panjang. Padahal dalam kenyataannya rambut wanita beraneka ragam, mulai dari yang tebal, tipis, ikal, lurus, keriting sampai yang berwarna agak kemerah-merahan. Begitu pula dengan citra kulit perempuan yang dibentuk oleh industri, pada pertengahan tahun 80-an sampai awal 90-an, kulit yang kuning langsat masih menjadi daya jual produk-produk kecantikan di Indonesia. Namun kini, seiring dengan munculnya banyak produk pemutih, citra yang mulai dikedepankan adalah perempuan yang berkulit putih bersih.

Karena berbagai pencitraan di media massa mengenai bentuk tubuh ideal seorang perempuan, banyak perempuan yang menjadi korban tanpa disadari. Pencitraan ukuran tubuh yang langsing cenderung ceking telah melipat gandakan kasus-kasus Anorexia dan Bulimia. Anorexia berarti kehilangan nafsu makan atau suatu sindrom yang membuat penderita menghindari keinginan untuk makan yang kemudian membuat dirinya berhasil menguasai dan mengatasi rasa lapar dan nafsu makannya sendiri. Penderita biasanya benar-benar ingin kurus sampai-sampai penderita merasa kedinginan, sulit tidur dan beberapa gangguan emosional lainnya. Sedangkan penderita Bulimia tetap makan dengan porsi yang wajar di depan publik, namun kemudian ia memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakannya. Jika tidak, ia akan merasa tidak nyaman secara psikologis. Almarhum Putri Diana adalah salah satu contoh penderita penyakit ini.

Keinginan perempuan untuk memiliki kulit yang putihpun tidak luput dari bahaya. Di Indonesia, beberapa kosmetik pemutih kulit sampai harus dilarang oleh Departemen Kesehatan karena mengandung merkuri. Merkuri memang bisa membuat kulit menjadi lebih putih namun membawa efek samping yang berbahaya, bahkan dapat mengakibatkan kanker.

Secara spesifik, stereotip pencitraan perempuan dalam media masaa dapat dikategorikan dalam iklan sebagai citra pigura, citra pilar, citra pinggan, dan citra pergaulan. Walaupun citra semacam ini banyak ditemukan dalam iklan-iklan media cetak, namun citra tersebut juga terdapat pada iklan televisi dan hampir di semua media massa.

Dalam citra pigura, banyak iklan menekankan pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat dengan menegaskan sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu menstruasi (iklan-iklan pembalut wanita), memiliki rambut yang hitam dan panjang serta lurus (iklan-iklan shampo), dan yang lainnya. Pencitraan perempuan dengan citra pigura semacam ini ditekankan lagi dengan menebarkan isu natural anomy bahwa umur perempuan, ketuaan perempuan sebagai momok yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan perempuan

Dalam citra pilar, perempuan digambarkan sebagai tulang punggung utama keluarga. Perempuan sederajat dengan laki-laki. Namun karena kodratnya berbeda dengan laki-laki, maka perempuan digambarkan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangga. Secara lebih luas, perempuan memiliki tanggung jawab terhadap persoalan domestik. Ruang domestik perempuan digambarkan dengan tiga hal utama yaitu; yang pertama, “keapikan” fisik dari rumah suaminya (iklan Superpell); yang kedua, sebagai istri dan ibu yang baik dan bijaksana (iklan Pepsodent dan Susu Dancow). Dan yang ketiga, ibu sebagai guru dan sumber legitimasi bagi anaknya (iklan Dancow Madu)

Perempuan dalam ilan televisi juga digambarkan memiliki citra pinggan, yaitu perempuan tidak bisa melepaskan diri dari dapur karena dapur merupakan dunia perempuan (iklan Indomie dan Salam Mie). Terakhir pencitraan perempuan dengan memberi kesan bahwa perempuan memiliki citra pergaulan. Citra ini ditandai dengan adanya pergulatan perempuan untuk masuk ke dalam kelas-kelas tertentu yang lebih tinggi di masyarakatnya. Perempuan dilambangkan sebagai mahluk yang anggun dan menawan (iklan sabun Lux dan Sabun Giv) serta berhak “dimiliki” oleh kelas-kelas tertentu.

Pencitraan perempuan seperti diatas tidak sekedar dilihat sebagai obyek, namun juga sebagai subyek pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya di realitas sosial, walaupun tidak jarang perempuan lupa bahwa mereka telah dieksploitasi dalam dunia hiper-realitas (pseudo-reality), yaitu sebuah dunia yang hanya ada dalam media, dunia realitas yang dikonstruksi oleh media massa dan copywriter melalui kecanggihan telematika

Kaum wanita memang harus lebih hati-hati dalam menghadapi “serangan” dari media iklan ini. Jangan sampai wanita terjerumus kedalam “jurang” yang sengaja dibentuk oleh pihak-pihak yang berkuasa dalam masyarakat. Pahamilah bahwa kata cantik itu bukan hanya dilihat dari kulit putih dan mulus, tubuh langsing, atau rambut yang lurus, panjang, dan hitam. Kecantikan dari seorang wanita juga bisa ditampilkan dari kepribadiannya di dalam masyarakat, serta kemampuannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan inner beauty atau kecantikan dari dalam diri seorang wanita.

Tidak ada komentar: