Minggu, 19 Oktober 2008

ONE LITRE OF TEARS, FILM PERTAMA YANG MEMBUAT SAYA MENANGIS

Hari minggu yang membosankan. Seusai bersih-bersih kamar kos, saya pun berniat menonton film di akhir pekan ini. Terbersit di benak saya untuk melihat file-file film lama di komputer saya. Perhatian saya terpaku pada sebuah file film yang pada label keterangan terdapat kalimat “film pertama yang membuat aq nangis”.
Film tersebut berjudul One Litre Of Tears. Saya lalu mencoba mengingat-ingat hal apa dari film ini yang membuat saya sampai bisa menangis. Seperti kata teman-teman saya bahwa sangat susah bagi saya untuk setidaknya terharu walau sesedih apapun filmnya. Saya tidak bisa mengingat adegan dalam film ini yang mampu meneteskan air mata saya. Akhirnya dengan ditemani oleh sepiring brownies, saya pun menontonnya.
Sesusai melihatnya, seperti yang sudah saya duga bahwa air mata saya menetes yang untungnya tidak sampai membasahi brownies saya. Film yang luar biasa menurut saya. Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang gadis dalam menghadapi penyakit spinocerebellar degeneration. Saya kurang tahu penyebab dari penyakit ini, tapi yang menarik perhatian saya adalah efek yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Penderita penyakit ini secara perlahan menjadi sulit untuk bergerak karena perintah di otak menjadi berkurang akibat menurunnya jumlah neuron di otak. Setiap hari penyakit ini mengalami pertumbuhan sampai penderitanya tak mampu lagi berjalan atau kesulitan berbicara. Akan tetapi penderita penyakit mampu merespons apa yang dilihat atau didengar dengan baik namun justru tidak mampu memberikan reaksi maksimal.
One Litre Of Tears diperankan oleh Erika Sawajiri yang memerankan tokoh Aya yang merupakan penderita penyakit spinocerebellar degeneration. Erika memainkan perannya dengan apik sebagai siswi berusia lima belas tahun yang menderita penyakit langka yang tak bisa disembuhkan. Ada juga tokoh Haruto, pemuda teman sekelas Aya yang bersimpati terhadap Aya dan penyakit yang dideritanya. Tokoh Haruto diperankan oleh Ryo Nishikido.
Kembali pada adegan yang membuat saya meneteskan air mata. Slah satu adegan yang berhasil mengeluarkan air mata saya adalah ketika Ako, adik perempuan Aya memarahi Hiroki, adik laki-lakinya. Ako memarahi Hiroki karena Hiroki diam saja ketika teman-temannya mengejek Aya yang berjalan dengan gaya aneh sebagai efek dari penyakit yang dideritanya. Ako yang melihat hal itu lalu menyeret pulang Hiroki lalu memarahinya di rumah. Ako merasa sebagai adik Aya, mereka jangan sekali-kali malu dengan keadaan Aya. Mereka seharusnya bangga dengan Aya yang tetap berjiwa besar sekalipun mendapati bahwa dirinya mengidap penyakit langka yang tak bisa disembuhkan. Ako berujar jikalau dirinya yang mengidap penyakit itu, maka ia tidak akan mampu hidup dan memilih bunuh diri untuk mengakhirinya. Lalu Ako menuju kamar dan mengambil kaos sepakbola Hiroki. Pada kaos sepakbola itu terdapat rajutan nama Hiroki yang dibuat oleh Aya pada malam sebelumnya. Ako melempar kaos itu ke wajah Hiroki sambil berujar bahwa Hiroki sangat keterlaluan jika sampai malu memiliki seorang kakak yang sangat luar biasa ini. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, Aya masih mampu membuat rajutan di kaos Hiroki untuk digunakan Hiroki di pertandingan sepakbola pertamanya.
Itulah sekelumit tentang film pertama yang mampu mengurai air mata saya. Saya pun yakin jika saudara-saudara saya semua mengikuti film ini dengan baik maka teman—teman mampu mengambil berbagai pesan bijak di dalamnya.