Minggu, 25 Oktober 2009

Bahaya Riya' (bagian 1)

Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dengan mencampurkan kesyirikan bersama-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan amal itu

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ

“Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah asy syirkul ashghar (syirik kecil), maka para sahabat bertanya, apa yang dimaksud dengan asy syirkul ashghar? Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: "Ar Riya’." (HR. Ahmad dari shahabat Mahmud bin Labid no. 27742)

Arriya’ (الرياء) berasal dari kata kerja raâ ( راءى) yang bermakna memperlihatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan riya’ adalah memperlihatkan (memperbagus) suatu amalan ibadah tertentu seperti shalat, shaum (puasa), atau lainnya dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian manusia.

Semakna dengan riya’ adalah Sum’ah yaitu memperdengarkan suatu amalan ibadah tertentu yang sama tujuannya dengan riya’ yaitu supaya mendapat perhatian dan pujian manusia.

Mendeteksi penyakit ini ‘hanya’ bisa dilakukan oleh pelaku ibadah itu sendiri dan Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang ada di dalam sanubari hamba-Nya. Kebalikan Riya’ adalah Ikhlas.
Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya amalan seseorang itu akan dibalas sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun ’alaihi)

Penyakit riya’ merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena memilki dampak negatif yang luar biasa.

Allah SWT berfirman (artinya): “Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian menghilangkan pahala sedekahmu dengan selalu menyebut-nyebut dan dengan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang-orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhir”. (QS. Al Baqarah: 264)

Dalam konteks ayat di atas, Allah subhanahu wata’ala memberitakan akibat amalan sedekah yang selalu disebut-sebut atau menyakiti perasaan si penerima maka akan berakibat sebagaimana akibat dari perbuatan riya’ yaitu amalan itu tiada berarti karena tertolak di sisi Allah SWT.

Ayat di atas tidak hanya mencela perbuatanya saja (riya’), tentu celaan ini pun tertuju kepada pelakunya. Bahkan dalam ayat yang lain, Allah SWT mengancam bahwa kesudahan yang akan dialami orang-orang yang berbuat riya’ adalah kecelakaan (kebinasaan) di akhirat kelak. Sebagaimana firman-Nya:

“Wail (Kecelakaanlah) bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, dan orang-orang yang berbuat riya’, … " (QS. Al Maa’uun: 4-7)

Diperkuat lagi, adanya penafsiran dari Ibnu Abbas radhiallahu ’anhuma, makna Al Wail adalah ungkapan dari dasyatnya adzab di akhirat kelak. (Tafsir Ibnu Katsir 1/118)

Sedangkan dalam hadits yang shahih, Nabi SAW menjelaskan bahwa ancaman bagi orang yang berbuat riya’ yaitu Allah SWT akan meninggalkannya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT berfirman:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dengan mencampurkan kesyirikan bersama-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan amal kesyirikannya itu”.

Bila Allah SWT meninggalkannya siapa lagi yang dapat menyelamatkan dia baik di dunia dan di akhirat kelak? Dalam hadits lain, Allah SWT benar-benar akan mencampakkan pelaku perbuatan riya’ ke dalam An Naar.

Sebagaimana hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Al Imam Muslim, bahwa yang pertama kali dihisab di hari kiamat tiga golongan manusia: pertama; seseorang yang mati di medan jihad, kedua; pembaca Al Qur’an, dan yang ketiga; seseorang yang suka berinfaq. Jenis golongan manusia ini Allah SWT campakkan dalam An Naar karena mereka beramal bukan karena Allah SWT namun sekedar mencari popularitas. (Lihat HR. Muslim no. 1678)

Perlu diketahui, bahwa riya’ yang dapat membatalkan sebuah amalan adalah bila riya’ itu menjadi asal (dasar) suatu niatan. Bila riya’ itu muncul secara tiba-tiba tanpa disangka dan tidak terus menerus, maka hal ini tidak membatalkan sebuah amalan.

Tidak ada komentar: