Minggu, 07 Desember 2008

Sholat Sunnat Iedul Adha

Takbir yang berkumandang sejak malam hari tanggal 7 Desember 2008 membuat saya terkenang dengan kota saya, Sumbawa Besar. Sewaktu kecil, saya selalu mengikuti arak-arakan takbiran keliling kampung. Walau hanya mendapat bagian pembawa obor, saya tetap semangat waktu itu.
Keesokan paginya, tanggal 8 Desember 2008 tibalah hari yang disebut oleh banyak orang sebagai hari Raya Iedul Adha 1429 Hijriah. Sejak pukul 05.00, warga sekitar kos saya sudah mulai beranjak menuju masjid untuk menunaikan shalat. Saya pun segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke masjid. Tepat pukul 06.00 saya menuju masjid dan tak disangka bahwa masjid sudah penuh dan saya harus shalat di jalan depan masjid.
Sepulang saya dari masjid, saya sempat melihat beberapa ekor Kambing yang diikat di halaman rumah beberapa orang warga. Kasihan sekali Kambing-kambing ini pikir saya. Ajal mereka sudah di depan mata. Mereka tak lagi mampu berbuat apa-apa. Mereka hanya mampu berteriak minta belas kasihan manusia agar dilepaskan. Walaupun akhirnya mereka sadar bahwa manusia tidak akan memperdulikan mereka.
Sesampai saya di kamar kos, sempat saya merenung. Begitu banyak warga yang melaksanakan shalat sunnat Iedul Adha tadi pagi. Dan hal yang mengganjal dalam benak saya adalah mengapa keramaian tadi seolah tidak terlihat sewaktu masuknya saat untuk shalat lima waktu. “Secara gitu, shalat lima waktu kan wajib sedangkan shalat Iedul Adha dan Iedul Fitri kan sunnat?” tanya saya dalam hati.
Jadi, apa yang salah dengan semua ini? Mengapa manusia lebih mengutamakan atau paling tidak lebih suka yang sunnat dibandingkan dengan yang wajib? Saya tidak pernah menemukan keramaian shalat lima waktu yang wajib seperti pada shalat dua Ied.
Sewaktu shalat lima waktu tiba, manusia lebih bnyak berkumpul di pusat-pusat perbelanjaan. Sewaktu shalat lima waktu tiba, manusia lebih memilih menyaksikan pujaan mereka beraksi di televisi. Sewaktu shalat lima waktu tiba, manusia justru sedang asyik-asyiknya menikmati mimpi-mimpi indah mereka.
Sekali lagi, apa yang salah dengan semua ini?

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Apakah Tuhan dimaknai berwujud kotak ajaib bernama televisi atau benda2 pemuas dahaga manusia yang sebenarnya ciptaan manusia juga?