Rabu, 22 Oktober 2008

Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia

Dunia saat ini tengah memasuki sebuah era yang sering disebut dengan era globalisasi. Era yang dianggap sebagai era tanpa batas di mana setiap orang di dunia dapat berinteraksi satu sama lain tanpa harus dibatasi oleh jarak antar tempat, berkat perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih saja. Mereka yang berada di Amerika dapat dengan mudah berinteraksi dengan mereka yang berada di Jepang melalui bantuan handphone ataupun email.
Hal yang sama kini juga mulai terjadi negara kita. Di Indonesia perkembangan teknologi informasi di Nusantara semakin hari semakin pesat. Namun yang menjadi persoalan adalah bahwa teknologi tersebut sulit untuk diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Persoalan yang dialami bukan pada keterbatasan akses namun hanya pada kendala teknis yaitu kurangmya pengetahuan masyarakat mengenai teknologi tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut banyak pula program – program yang diluncurkan oleh pemerintah. Sebagai contoh, Telkom kini mulai mengadakan pelatihan internet di berbagai sekolah dasar di wilayah Kalimantan dan sekitarnya. Hal ini dapat kita lihat sebagai bukti bahwa Indonesia saat ini tengah bersiap – siap untuk memasuki era teknologi informasi.
Jika kita menilik pada proses perkembangannya, teknologi informasi sendiri mulai berkembang pada tahun 30-an ketika komputer elektronik pertama berhasil diciptakan. Popularitasnya segera meningkat sebab dalam perkembangannya teknologi ini berhasil melahirkan berbagai macam alat yang telah berhasil merubah wajah dunia dalam berbagai macam aspeknya, mulai dari “keberhasilan” bom atom dalam mengakhiri Perang Dunia Kedua hingga Internet sekarang sebagai jaringan informasi publik global yang mampu menghubungkan jutaan orang di seluruh penjuru dunia hanya melalui komputer yang terhubung dengan jaringan. Fenomena yang juga banyak disebut sebagai revolusi digital inilah yang mampu meyakinkan banyak orang bahwa peradaban umat manusia akan segera memasuki sebuah era baru yang diintrodusir sebagai era informasi.
Hal lain yang perlu kita cermati kemudian adalah bahwa teknologi informasi memiliki peranan yang begitu besar dalam penyebaran informasi dalam masyarakat di Indonesia. Begitu besarnya peranan teknologi informasi dan komunikasi ternyata dampaknya dirasakan secara mengglobal di berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang komunikasi massa. Secara nyata kita melihat bahwa penyebaran informasi oleh kalangan wartawan/jurnalis melalui media massa sekarang bisa melalui berbagai perangkat teknologi. Didukung dengan kemajuan teknologi, berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat melalui berita-berita menjadi sangat mudah untuk diakses dan diketahui oleh khalayak luas. Menggeliatnya penyampaian berita melalui penggunaan piranti teknologi semakin memudahkan masyarakat dalam mengakses sumber-sumber berita. Sehingga kebutuhan masyarakat akan informasi berita aktual akan terpenuhi. Bahkan apa yang sedang terjadi di belahan dunia lain bias diketahui di Indonesia beberapa detik kemudian. Ditambah dengan globalisasi media, kemajuan teknologi informasi menghilangkan sekat-sekat penghalang antar komunitas masyarakat kita.
Peran teknologi dalam penyebaran informasi dan komunikasi massa di Indonesia pada awalnya terlihat ketika mempopulernya apa yang disebut rumusan ICT (Information and Communication Technology). Fenomena yang terjadi dalam masyarakat secara empiris menjelaskan bahwa masyarakat dididik untuk bisa menguasai teknologi untuk menghilangkan julukan gaptek yang sering digembar-gemborkan. Hal ini secara tidak langsung mewujudkan masyarakat untuk menjadi apa yang disebut information society dan knowledge society. Terwujudnya hal tersebut tidak bisa terlepas dari peran subjek-subjek komunikasi massa itu sendiri yang memang sering membahas tema-tema tentang teknologi bahkan sebagai pembahasan utama untuk dimunculkan ke permukaan.
Sejauh ini fungsi yang dijalankan teknologi sebagai media penyebaran informasi pada masyarakat memang memegang peranan penting. Tapi di sisi lain kita juga harus mewaspadai dampak buruk dari pemanfaatan teknologi itu sendiri. Teknologi informasi sebagai bagian dari kebudayaan modern dengan demikian sangat potensial sebagai sumber dari berkembangnya kebudayaan yang sangat menekankan pada unsur-unsur pemberhalaan hawa nafsu manusia belaka. Lihatlah fenomena chatting yang membuat seseorang rela menatap layar monitor komputer selama berjam-jam hanya untuk “ngobrol” dengan orang yang bahkan nama yang digunakannya pun bukanlah nama yang sebenarnya. Sayangnya, tren semacam inilah yang tampaknya mempopulerkan keberadaan internet itu sendiri di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman sebagian orang Indonesia terhadap keberadaan teknologi informasi ini bukan terdapat pada nilai-nilai edukatif yang terkandung di dalamnya. Dan sudah menjadi hukum sejarah, bahwa tren hanyalah bersifat sementara, sebab ia hanya menekankan pada unsur-unsur kesenangan semata. Apabila ini terjadi maka tentu kita telah dapat membayangkan akibatnya, yaitu bahwa popularitas teknologi informasi ini tidak akan dapat memberi nilai tambah apapun terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia itu sendiri.
Jelaslah bahwa pemanfaatan teknologi dalam mengkomunikasikan pesan-pesan pada masyarakat harus selalu dikontrol dan dikritisi sebagai penyaring manakala eksploitasi pada teknologi tidak digunakan sebagaimana mestinya. Yang mengkhawatirkan adalah bahwa pemberitaan media tidak bisa diintervensi oleh pemerintah. Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers mengatur bahwa pemerintah tidak bisa campur tangan dalam soal pemberitaan. Ancamannya adalah pidana penjara dua tahun atau denda. Walaupun kebebasan yang sudah bebas sekali ini, pada akhirnya sudah dianggap berlebihan oleh masyarakat. Sebab implikasinya antara lain memunculkan beragam tayangan pornografi, hantu, mistik, kekerasan, dan lain-lain yang muncul sehari-hari di media cetak dan elektronik.
Oleh sebab itu kontrol dari masyarakat amat diperlukan. Masyarakat kita menuntut diperlukan adanya pembatasan-pembatasan, yang menurut UU penegakannya dilakukan oleh lembaga independen Media Watch. Artinya, pembatasan bukan lagi oleh pemerintah melainkan oleh masyarakat. Keberatan terhadap pemberitaan pers dapat disampaikan melalui Dewan Pers. Di bidang penyiaran tersedia UU No. 32 tahun 2002, yang fungsi pengawasan dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini menggambarkan betapa posisi pemerintah begitu dilematis antara menjunjung tinggi kebebasan dalam berpendapat dan demokratisasi, namun di sisi lain harus pula mendengar isi hati rakyat yang paling dalam. Ini juga demi menjaga eksistensi moral masyarakat agar tidak mudah tergerus dengan pemberitaan media komunikasi massa yang seolah tanpa batas.
Betapa mengkhawatirkannya dampak buruk yang bisa ditimbulkan karena kebebasan akses teknologi informasi khususnya melalui media massa bisa kita analisis dari faktor-faktor tertentu. Faktor yang cukup penting meliputi undang-undang dan budaya. Indonesia belum memiliki undang-undang yang disebut cyberlaw. Di mata dunia, Indonesia termasuk tiga besar dalam hal kejahatan membajak kartu kredit. Pembajakan software, ketidakketatan dalam mengawasi para hacker yang membabi buta, bahkan tindakan plagiatis mem-back up
hasil tulisan tanpa persetujuan publisher di kalangan penulis dan media massa merupakan contoh kasus yang hingga kini belum ditangani secara hukum. Sedangkan dari segi budayanya, budaya kita masih sangat paternalistik. Masih sangat tradisional sehingga belum terbiasa dengan pengembangan ini. Kita begitu latahnya “membebek” pada hal-hal baru yang kita ketahui dari media, yang belum tentu itu baik dan berguna bagi kita.
Terlepas dari adanya pengaruh buruk yang muncul karena penyimpangan dan penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi massa, begitu menonjolnya kontribusi teknologi dalam mendongkrak keberadaan media massa di Indonesia. Kita dengan mudah mengakses informasi yang terjadi saat yang lalu hanya berselang menit setelah kejadian, karena peran teknologi media yang secara asinkronik ingin memberikan berita informasi yang up to date pada masyarakat. Bermunculannya penemuan-penemuan teknologi baru yang membantu eksistensi media massa akan memudahkan kita mendapatkan pengetahuan. Peradaban masyarakat kita akan semakin berkembang jika kita bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dan kita ilhami untuk diaktualisasikan dalam kehidupan.
Sejalan dengan bergulirnya waktu, peran teknologi akan semakin berkembang. Dari perkembangan media massa, keberadaan berita akan berjalan beriringan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Namun sisi negatif akan pemanfaatan teknologi yang tidak pada tempatnya dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat harus kita kontrol dan dikritisi. Penggunaan teknologi yang bertentangan dengan nilai luhur masyarakat kita justru akan mengantarkan kita pada kemerosotan moral sebagai tanda kehancuran masyarakat itu sendiri.

Tidak ada komentar: