Rabu, 22 Oktober 2008

MANFAAT PENTING KAJIAN OPINI PUBLIK SEHUBUNGAN DENGAN KAJIAN KOMUNIKASI MASSA

Berdasarkan definisi yang dimuat dalam ensklopedia elektronik, wikipedia, yang dimaksud dengan opini publik adalah unsur-unsur dari pandangan, perspektif dan tanggapan masyarakat mengenai suatu kejadian, keadaan, dan desas-desus tentang peristiwa-peristiwa tertentu. Opini publik menyangkut isu-isu yang melibatkan kepentingan orang banyak.
Yang dimaksud dengan publik sendiri adalah masyarakat heterogen yang terbentuk karena kesamaan perhatian atau kepentingan terhadap persoalan tertentu. Sebagai contoh para interisti dapat juga disebut sebagai suatu publik karena mereka memiliki satu kesamaan perhatian, yaitu terhadap tim sepakbola Inter Milan. Publik dibagi menjadi tiga golongan yaitu general public, attentive public, dan elite publik.
General public, adalah publik yang disebut sebagai publik awam. Golongan ini terdiri dari orang – orang awam di dalam masyarakat yang cenderung kurang kritis dan memiliki posisi yang lemah. Dan karena kelemahan posisinya itulah maka kelompok ini menjadi sangat mudah dan rawan untuk dimobilisasi ataupun dipengaruhi.
Attentive public, adalah publik yang sadar dan kritis. Memiliki kepedulian terhadap hal – hal yang menyangkut kepentingan orang banyak. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : mahasiswa, dosen, LSM, lembaga masyarakat, dan lain-lain. Kalangan ini juga memiliki kemampuan untuk dapat ikut mempengaruhi terbentuknya suatu kebijakan atau opini publik, melalui saluran – saluran yang sesuai dengan kemampuan mereka. Contohnya antara lain dengan menulis artikel untuk surat kabar, menyampaikan saran pengaduan kepada instansi tertentu , dan lain – lain.
Elite public, adalah pihak – pihak yang terlibat langsung perumusan sebuah kebijakan publik. Mereka memperhatikan terlebih dahulu opini publik yang terbentuk di masyarakat sebelum benar – benar membuat suatu keputusan. Sebagai contoh opini media pada tahun 1998 yang kebanyakan pro-reformasi, ikut mempengaruhi keputusan presiden Soeharto untuk lengser.
Sejarah perkembangan kajian mengenai opini publik sendiri, di negara kita sudah terdapat semenjak jaman dahulu dan masih berlangsung hingga saat ini. Di Indonesia, perkembangan kajian opini publik sudah ada sejak zaman kerajaan singosari. Hal ini dapat dikaji dari cerita perpindahan kekuasaan kerjaaan Singosari dari Tunggul Ametung ke Ken Arok. Dalam cerita tersebut dikisahkan bagaimana dengan cerdiknya Ken Arok mampu memanipulasi opini publik untuk menjadikan Kebo Ijo sebagai tersangka pembunuh Tunggul Ametung dengan meminjamkan kerisnya, sehingga kekuasaan jatuh ke tangan Ken Arok. Sedangkan zaman sekarang kajian opini publik-pun masih ada. Fenomena poligami saja, yang seharusnya menjadi masalah pribadi, mampu berkembang luas menjadi isu publik hanya karena yang melakukannya adalah publik figur.
Fungsi penting dari kajian opini publik adalah menjadi dasar bagi terbentuknya kebijakan publik atau public policy. Misalnya sebelum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa saat lalu, para elit politik yang duduk di jajaran pemerintahan akan mencoba melihat opini masyarakat mengenai isu tersebut dengan mengangkat isu yang bersangkutan melalui media. Reaksi yang diberikan oleh masyarakat kemudian akan menjadi bahan acuan bagi para elit politik untuk melanjutkan, membatalkan, atau menunda suatu keputusan.
Di sinilah terlihat manfaat penting kajian opini publik untuk kajian komunikasi massa. Media massa menjadi elemen yang penting dalam mengkomunikasikan isu – isu yang menjadi kepentingan masyarakat. Hal ini sekaligus berhubungan dengan teori agenda setting yaitu media memiliki kemampuan untuk mengarahkan apa – apa saja yang penting untuk dibicarakan bagi kepentingan publik. Selain itu media juga memiliki keterkaitan yang erat dengan opini publik, yaitu sebagai sarana pengukuran opini publik. Walaupun seorang tokoh komunikasi bernama Walter Lipmann menolak validitas informasi dari jurnalisme, karena pengerjaannya yang dianggap terburu – buru. Lipmann juga menambahkan, berita yang ada di dalam media hanya membentuk stereotype saja dan kurang akurat. Menurut Lipmann opini publik harus diukur berdasarkan pada hasil penelitian lembaga intelejen rasional independent, yang bekerja secara sistematis dalam meghasilkan informasi dan informasi itulah yang kemudian disampaikan pada publik. Namun dunia pers kini juga mengembangkan apa yang disebut dengan jurnalisme presisi untuk menutupi kekurangan media yang disebutkan oleh Walter Lipmann tadi. Sehingga media masih cukup valid apabila informasi yang dihasilkan sama dengan lembaga intelejen rasional independen.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Rizky, blogmu banyak memberikan pengetahuan yang bermanfaat. Teruslah menulis. Suatu saat engkau pasti mencapai kesuksesan yg lebih tinggi lagi. Salam hangat. Hejis.